Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Ayo Giat Berolahraga Agar Tubuh Sehat dan bugar.

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Tingkatkan Literasi Digital.

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Gapai Impian dan Cita-Cita dengan Tubuh yang Bugar.

Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan

Rajin Olahraga bisa meningkatkan kualitas hidup.

Aspek Psikologi Olahraga


Psikologi olahraga dikaji melalui beberapa aspek berikut ini:

1.   Mind (Pikiran)
Pikiran ini dimaksudkan untuk membina pada pikiran positif serta diikuti dengan tindakan dan perkataan yang positif.


Pikiran positif berpengaruh pada peningkatan semangat, percaya diri dalam kompetisi, keinginan yang lebih gigih untuk mencapai kemenangan, motivasi diri, meningkatkan kerja sama dengan koleganya, memperkuat status mental terhadap apapun hasil yang akan didapatkan, ketangguhan mental dan ketrampilan psikologis lainnya. 


Sebagai contoh :

atlet dengan pikiran positif akan jauh dari perasaan “takut kalah, tidak bisa melawan, tidak bisa berjuang, pesimis, gerakan jadi tidak maksimal, dan lainnya”.


Hal ini berlaku juga untuk pelatih, tidak hanya atletnya saja. Pelatih harus mampu memahami karakteristik masing masing atletnya termasuk psikologis dan kemampuan fisinya. 


Pelatih tidak boleh memaksakan kehendaknya yang mungkin tidak sesuai dengan karakteristik atlet. Pelatih juga perlu menerapkan pemikiran positif dan tindakan positif ini. 


Seperti contoh : pelatih harus berkata kata positif yang bersifat mendukung bukan marah marah dan memaksakan kehendak.



2.   Body (Tubuh)
Atlet membutuhkan power atau tenaga yang kuat untuk bisa menjalani profesinya dengan baik dan berlaga dengan sempurna dalam kondisi fit. 


Faktor fisiologi pada atlet sangat dipentingkan seperti kelincahan, kekuatan, kecepatan, dan kemampuan motorik lainnya.

Ketahanan diri dan kakuatan sangatlah penting. Namun segi psikologis pada atlet ini juga mempengaruhi tubuh secara fisik. 

Psikologis berkaitan dengan kesiapan atlet untuk berlatih, berolahraga, bertanding, dan berjuang meraih prestasinya. 
Kekuatan psikologis merupakan dasar dari kekuatan fisiologis.



3.   Spirit (Semangat)
Semangat bisa didapatkan dari motivasi. Motivasi bisa didapatkkan dari diri sendiri maupun dari orang lain.

Motivasi digunakan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan.


Dengan pendekatan psikologis, diharapkan atlet mampu memiliki motivasi kuat untuk bertanding dengan maksimal dan memperoleh kemenangan. Semangat dan motivasi ini juga diperlukan dukungan dari luar seperti orang tua, rekan, dan pelatih.


4.   Health (Kesehatan)
Kesehatan merupakan hal yang paling utama terkait dengan stamina dan kebugaran atlet saat melakukan latihan dan tanding. Definisi sehat yaitu secara jiwa dan fisik. 


Kesehatan fisik pada atlet berperan pada kekuatan dan performancenya saat bertanding, sedangkan kesehatan jiwa terkait dengan pikiran atlet apakah ada faktor pengganggu yang nantinya dapat berpengaruh terhadap performance pertandingan. 


Kesehatan psikis bisa terkait dengan lingkungan keluarga, sosial, pola pikir dan sebagainya sedangkan kesehatan fisik bisa didukung dengan pola hidup, pola aktivitas, dan sebagainya.


5.   Peace (Perdamaian)
Olahraga merupakan sarana edukasi, rekreasi, prestasi, tanpa adanya unsur unsur negatif yang merugikan. 


Kekalahan dalam setiap pertandingan merupakan hal yang wajar karena pertandingan dalam olahraga dilaksanakan untuk tujuan persahabatan dan perdamaian. 


Kekalahan ataupun kemenangan tidak menjadi alasan untuk menekan optimistik seseorang.



Baca Juga:

Pengertiannya Psikologi Olahraga



Psikologi berperan dalam banyak bidang,Psikologi mempelajari tentang kejiwaan manusia dan perilakunya sehari hari. 


Manusia erat sekali dengan hubungan antara jiwa dan perilaku untuk menjadi bagian dari masyarakat yang positif. 


Psikologi pun ditemukan sangat berguna dalam dunia olahraga.
Psikologi olahraga mempelajari kejiwaan pada aktivitas olahraga atau pada atlet atlet olahraga. 

Perkembangan atau capaian dari olahraga yaitu kesehatan atau perkembangan secara fisik akan berdampak pula pada kondisi psikis seseorang.

Hal tersebut juga bisa didapatkan bahwa kondisi psikis juga berpengaruh pada proses pencapaian kesehatan atau latihan fisik. 

Kedua hal tersebut saling berpengaruh timbal balik terhadap keberhasilan olahraga. Untuk mengetahui lebih jelas tentang psikologi olahraga, berikut ini penjelasannya.


Baca Juga :

Cara menghitung kalori

Penyakit akibat kurang olah raga

Porsi aktifitas fisik


Pengertian Psikologi Olahraga
Psikologi sendiri merupakan keilmuan yang mempelajari tentang kejiwaan atau proses mental. 

Sedangkan psikologi olahraga merupakan keilmuan yang mempelajari tentang kejiwaan dalam kaitannya dengan aktivitas olahraga. Para ahli membedakan psikologi olahraga dengan psikologi latihan.

Weinberg dan Gould memiliki pandangan bahwa psikologi olahraga dan psikologi latihan itu serupa, karena banyak persamaan. 

Weinberg dan Gloud menyatakan dasar tujuan dari psikologi olahraga dan psikologi latihan adalah mempelajari tentang bagaimana psikologis mampu mempengaruhi aktivitas fisik individu.

Selain itu mereka juga menyampaikan bahwa psikologi olahraga ini ditujukan untuk para atlet agar bisa berprestasi, untuk memberi dukungan para orang tua dan orang cacat untuk hidup lebih sehat, sebagai bagian dari sebuah terapi.  

Perbedaan antara psikologi olahraga dan psikologi latihan masih bulem bisa dijelaskan, meskipun mereka memiliki definisi yang berbeda namun dalam praktiknya hampir serupa.

Willis dan Campbell mengemukan bahwa psikologi olahraga berhubungan dengan respon psikofisiologis dimana respon somatik mempengaruhi kognisi, emosi, dan performance.


Aktivitas olahraga memiliki dampak pada emosi saat pelaksanaan aktivitas. Psikologi olahraga diarahkan untuk memberikan dukungan, semangat, yang bersifat kompetitif agar atlet olahraga mencapai prestasi tertentu saat berkompetisi.

Psikologi olahraga menurut beberapa ahli :
Bucher : Psikologi olahraga merupakan bidang psikologi yang diterapkan   dalam aktivitas olahraga yaitu berupa keterampilan, pelatihan, dan   pengembangan.

Williams dan Straub : Psikologi olahraga merupakan ilmu yang  mempelajari faktor psikologis yang memiliki pengaruh dalam olahraga.

Weinberg dan Gould : Psikologi olahraga merupakan bidang keilmuan yang  mempelajari tentang individu dan perilakunya dalam olahraga.


Kontos dan Feltz : Psikologi olahraga merupakan bidang keilmuan yang   membahas tentang psinsip psikologi dalam setting olahraga.


Singgih D. Gunarsa : Psikologi olahraga diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang psikologi pada atlet serta faktor yang berpengaruh  terhadap kepribadian atlet.


Pola Gerak Dasar






a.    Keterampilan Lokomotor (Locomotor skills)     
    Keterampilan lokomotor didefinisikan sebagai keterampilan berpindahnya individu dari satu empat ke tempat yang lain. Sebagian besar keterampilan lokomotor berkembang dari hasil dari tingkat kematangan tertentu, namun latihan dan pengalaman juga penting untuk mencapai kecakapan yang matang.


Keterampilan lokomotor misalnya berlari cepat, mencongklang, meluncur, dan melompat lebih sulit dilakukan karena merupakan kombinasi dari pola-pola gerak dasar yang lain. Keterampilan lokomotor membentuk dasar atau landasan koordinasi gerak kasar (gross skill) dan melibatkan gerak otot besar.  



 b.    Keterampilan Nonlokomotor (Non locomotor skills)
Keterampilan nonlokomotor disebut juga keterampilan stabilitas (stability skill), didefinisikan sebagai gerakan-gerakan yang dilakukan dengan gerakan yang memerlukan dasar-dasar penyangga yang minimal atau tidak memerlukan penyangga sama sekali atau gerak tidak berpindah tempat, misalnya gerakan berbelok-belok, menekuk, mengayun, bergoyang. 


Kemampuan melaksanakan keterampilan ini paralel dengan penguasaan keterampilan lokomotor.



             c.    Keterampilan Manipulaif (Manipulative skills)
Keterampilan manipulatif didefinisikan sebagai keterampilan yang melibatkan pengendalian atau kontrol terhadap objek tertentu, terutama dengan menggunakan tangan atau kaki. 
Ada dua klasifikasi keterampilan manipulatif, yaitu 
(1) keterampilan reseptif (receptive skil); dan 
(2) keterampilan propulsif (propulsive skill).
 


Keterampilan reseptif melibatkan gerakan menerima objek, misalnya menangkap, menjerat, sedangkan keterampilan propulsif bercirikan dengan suatu kegiatan yang membutuhkan gaya atau tenaga pada objek tertentu, misalnya melempar, memukul, menendang.





 Baca juga


Tujuan dan pentingnya pendidikan jasmani di sekolah


Servis bola voli


Makna pergaulan hidup sehat


Jenis narkotika dan psikotropika


Perbedaan antara Pendidikan Jasmani dan Olahraga




Setidaknya ada sepuluh perbedaan antara pendidikan jasmani dengan olahraga kompetitif (sports), yaitu ditinjau dari tujuan pengembangan, sifat pengembangan, pusat orientasi, jenis aktivitas, perlakuan, penerapan aturan permainan, pertandingan, penilaian, partisipasi, dan pemanduan bakat.


Tujuan pendidikan jasmani diarahkan untuk pengembangan individu anak secara menyeluruh, artinya meliputi aspek organik, motorik, emosional, dan intelektual sedangkan pada olahraga kompetitif terbatas pada pengembangan aspek kinerja motorik yang dikhususkan pada cabang olahraga tertentu saja


Aktivitas yang dilakukan pada pendidikan jasmani bersifat multilateral, artinya seluruh bagian dari tubuh peserta didik dikembangkan secara proporsional mulai dari tubuh bagian atas (upper body), bagian tubuh tengah (torso), maupun bagian bawah (lower body). 

Pendidikan jasmani berupaya mengembangkan kinerja anggota tubuh bagian kanan maupun kiri secara seimbang dan koordinatif. Pada olahraga kompetitif hanya bagian tubuh tertentu sesuai dengan fungsi kecabangannyalah yang dikembangkan secara optimal atau secara populer disebut sebagai spesifik.


Child oriented, jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti berorientasi pada anak memiliki makna bahwa penjas dengan segala aktivitasnya diberikan berdasarkan kebutuhan yang diperlukan oleh anak dengan segala perbedaan karakternya. 

Dengan pertimbangan ini maka kegiatan pendidikan jasmani dirancang sebagai proses dalam pemenuhan kebutuhan anak dalam kehidupan sehari-harinya, kebutuhan kompetitif dalam menghadapi segala tantangan, dan pengisian waktu luangnya. 

Pada cabang olahraga kompetitif hal tersebut tentu bukan merupakan pertimbangan yang utama, karena yang terpenting pada olahraga kompetitif adalah dikuasainya gerak atau teknik dasar beserta pengembangannya untuk mendukung permainan pada cabang tersebut, sehingga materi disajikan sebagai pemenuhan atas kepentingan itu (materi) atau disebut sebagai subject/material oriented.



Baca juga

Manfaat kesehatan jasmani di sekolah


Tujuan pendidikan jasmani


Passing bola voli


Pergaulan sehat untuk remaja



Pada pendidikan jasmani seluruh kegiatan yang ada di alam semesta yang berupa kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, baik yang dilakukan oleh manusia, binatang, tumbuhan, atau bahkan mesin yang bergerak. 

Aktivitas yang dapat digunakan sebagai materi gerak dalam olahraga kompetitif adalah terbatas pada teknik-teknik yang ada pada olah yang bersangkutan, atau pada spesifik pada spesialis kecabangannya.


Seluruh anak memiliki tingkat kecepatan yang bervariasi dalam pembelajaran, termasuk di dalamnya pembelajaran penjas. Anak dengan kecepatan pembelajaran yang kurang baik (lamban) harus diperhatikah secara lebih khusus sehingga mampu beradaptasi dengan lingkungan dan pada akhirnya dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 

Pada olahraga kompetitif, anak yang memiliki kelambanan ini akan ditinggalkan karena hanya menghambat proses pembelajaran, dan mengganggu pencapaian prestasi tinggi yang diinginkan.


Aturan yang baku diterapkan pada olahraga kompetitif agar terdapat keadilan bagi tim yang melakukan pertandingan dalam situasi yang sama. 

Pendidikan jasmani tidak harus dilakukan dengan menggunakan pertandingan, melainkan dengan bermain, dengan pembelajaran berkelompok, demonstrasi, dan lain-lain sehingga tidak diperlukan peraturan yang baku sebgaimana olahraga kompetitif.


Dikenal penilaian dengan sistem gain score dan final score pada suatu proses pembelajaran maupun pelatihan. Gain score berarti penilaian yang didasarkan pada pertambahan nilai, yaitu selisih antara hasil panilaian awal dan hasil penilaian akhir yang didapat oleh peserta didik, dan ini yang ditekankan dalam menilai hasil belajar anak. 

Sedangkan nilai akhir (gain score) menjadi penekanan dalam penilaian yang dilakukan pada olahraga kompetitif.


Seluruh peserta didik dalam suatu sekolah wajib mengikuti seluruh proses pembelajaran dalam pendidikan jasmani, sehingga partisipasi dalam penjas disebut sebagai partisipasi wajib. Keikutsertaan anak pada suatu kelompok berlatih cabang olahraga tertentu bersifat volenteur atau sukarela.


Perbedaan lain antara penjas dan olahraga kompetitif adalah pada aspek talent scouting, di mana dalam penjas hanya dijadikan sebagai dasar dalam masukan awal (entry behaviour) sedangkan pada olahraga kompetitif dijadikan rekomendasi dalam menentukan cabang olahraga spesialis yang akan diikuti oleh anak.






Landasan Ilmiah Pelaksanaan Pendidikan Jasmani


Secara ilmiah pelaksanaan pendidikan jasmani mendapat dukungan dari berbagai disiplin ilmu, di mana pandangan-pandangan dari setiap disiplin tersebut dapat dijadikan sebagai landasan bagi berlangsungnya program penjas di sekolah-sekolah. 


Landasan ilmiah dari minimal tiga disiplin ilmu, yaitu dari sudut pandang biologis, sudut pandang psikologis, dan yang terakhir sudut pandang sosiologis.




a. Landasan Biologis bagi Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah disiplin yang berorientasi tubuh, di samping berorientasi pada disiplin mental dan sosial. Guru pendidikan jasmani karenanya harus memiliki penguasaan yang kokoh terhadap fungsi fisikal dari tubuh untuk memahami secara lebih baik pemanfaatannya dalam kegiatan pendidikan jasmani. 


Khususnya dalam masa modern dewasa ini, ketika pendidikan gerak dipandang teramat penting, pengetahuan tentang bagaimana tubuh manusia berfungsi dipandang amat krusial agar bisa melaksanakan tugas pengajaran dengan baik.


Joseph W. Still telah menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk meneliti perilaku fisikal dan intelektual manusia. Meskipun penelitiannya sudah berlangsung di masa lalu, namun masih menemukan faktanya di masa kini, bahkan maknanya seolah mendapatkan angin baru dalam era teknologi dewasa ini. 


Dalam penelitiannya, Still menemukan bahwa keberhasilan manusia dalam pencapaian prestasi, baik dalam hal prestasi fisikal maupun dalam prestasi intelektual, berhubungan dengan usia serta dapat digambarkan dalam bentuk sebuah kurva, di mana kurva itu bisa menaik dan bisa menurun, sesuai dengan perjalanan usia manusia.


Dalam kurva hasil penelitian Still ditunjukkan bahwa tidak lebih dari 5% populasi manusia berhasil mendaki kurva keberhasilan, sedang selebihnya lebih banyak mengikuti kurva kegagalan, terutama setelah melewati usia antara 25 hingga 35 tahun. 


Yang menarik, menurut dugaan Still, kurva kegagalan dalam pertumbuhan fisik menunjukkan bahwa perkembangan fisik manusia dewasa ini semakin berkurang. 


Sebabnya, manusia modern sekarang dihadapkan pada rendahnya melakukan latihan fisik, di samping karena terlalu banyak makan, minum, dan merokok; sehingga mereka merosot kondisinya setelah usia 30 tahunan. 


Demikian juga dalam hal pertumbuhan dan perkembangan psikologis, yang menunjukkan kurva kegagalan dalam hal prestasinya. Ciri-ciri perkembangan mental menunjukkan puncak prestasi pada tahap perkembangan yang berbeda.


Kemampuan mengingat dicapai pada usia muda, imajinasi kreatif mencapai puncaknya pada usia dua puluhan hingga tiga puluhan, keterampilan menganalisis dan sintesis suatu persoalan berakhir di usia pertengahan, sedangkan pada usia-usia berikutnya berkembang kemampuan berfilsafat.


Secara biologis, manusia dirancang untuk menjadi mahluk yang aktif. Meskipun perubahan dalam jaman dan peradaban telah menyebabkan penurunan dalam jumlah aktivitas yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas dasar yang berkaitan dengan kehidupan, sebenarnya tubuh manusia tidaklah berubah. 


Karenanya, manusia harus tetap menyadari bahwa dalam hal kesehatan tubuhnya, dasar biologisnya menuntut dan mengakui pentingnya aktivitas fisik yang keras dalam hidupnya. Jika tidak, kesehatan, produktivitas, serta efektivitas hidupnya akan menurun drastis. 


Dalam hal itulah pendidikan jasmani yang baik di sekolah dan di masa-masa berikut dalam hidupnya dipandang amat penting dalam menjaga kemampuan bilogis manusia. Dipandang dari sudut ini, pendidikan jasmani terikat dekat pada kekuatan mental, emosional, sosial, dan spiritual manusia.



Baca juga:





b.  Landasan Psikologis Pendidikan Jasmani


Pendidikan jasmani melibatkan interaksi antara guru dengan anak serta anak dengan anak. Di dalam adegan pembelajaran yang melibatkan interaksi tersebut, terletak suatu keharusan untuk saling mengakui dan menghargai keunikan masing-masing, termasuk kelebihan dan kelemahannya. 


Dan ini bukan hanya berkaitan dengan kelainan fisik semata-mata, tetapi juga dalam kaitannya dengan perbedaan psikologis seperti kepribadian, karakter, pola pikir, serta tak kalah pentingnya dalam hal pengetahuan dan kepercayaan.


Program pendidikan jasmani yang baik tentu harus dilandasi oleh pemahaman guru terhadap karakteristik psikologis anak, dan yang paling penting dalam hal sumbangan apa yang dapat diberikan oleh program pendidikan jasmani terhadap perkembangan mental dan psikologis anak.


Studi dalam ilmu-ilmu psikologi mempunyai implikasi untuk para guru pendidikan jasmani, terutama dalam wilayah atau sub-disiplin ilmu teori belajar, teori pembelajaran gerak, perkembangan kepribadian, serta sikap. 


Kesemua sub-disiplin itu, memberikan pemahaman yang lebih luas dalam hal bagaimana anak belajar, dan yang terpenting upaya apa yang harus dipertimbangkan guru dikaitkan dengan menciptakan lingkungan belajar yang memungkinkan anak belajar.


Kata psikologi berasal dari kata-kata Yunani psyche, yang berarti jiwa atau roh, dan logos, yang berarti ilmu. Diartikan secara populer, psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu pikiran. 


Para ahli psikologi mempelajari hakikat manusia secara ilmiah, dan untuk memahami alam pikiran manusia, termasuk anak, termasuk ciri-ciri manusia ketika belajar. Pendidikan jasmani lebih menekankan proses pembelajarannya pada penguasaan gerak manusia. 


Pemahaman yang lebih mendalam terhadap kecenderungan dan hakikat gerak ini, misalanya melalui teori gerak dan teori belajar gerak, maka memungkinkan guru lebih memahami tentang kondisi apa yang perlu disediakan untuk memungkinkan anak belajar secara efektif.


Jika dahulu para guru penjas lebih bersandar pada teori belajar behaviorisme, yang lebih melihat proses pembelajaran dari perubahan perilaku anak, maka dewasa ini sudah diakui adanya keharusan untuk memahami tentang apa yang terjadi di dalam diri anak ketika mempelajari keterampilan gerak, yang ditunjang oleh berkembangan teori belajar kognitivisme.


Bersandar secara berlebihan pada teori belajar behaviorisme tentu mengandung kelemahan tertentu, karena mendorong dan membenarkan guru dengan proses pembelajaran yang sangat mekanistis; sekedar terjadi persambungan antara stimulus (aba-aba guru) dengan respons siswa (gerakan siswa), yang diperkuat oleh adanya reinforcement (ucapan pujian dari guru). 


Akibatnya, guru pun umumnya abai dengan bagaimana sebenarnya proses yang terjadi di dalam otak dan perangkat gerak anak, sehingga guru tidak pernah terlalu mempertimbangkan kualitas dari proses pembelajaran, termasuk keharusan untuk melibatkan proses berpikir dari anak. 


Akhirnya, anak relatif tidak pernah punya gagasan apapun dalam pelajaran, dan klaim bahwa penjas memiliki peranan dalam pengembangan kemampuan intelektual anak tidak terbuktikan secara nyata.


Perkembangan teori belajar kognitivisme menguak fakta kekakuan proses pembelajaran penjas tersebut. Dalam salah satu teori belajar pengolahan informasi (information processing theory) diungkap bahwa idealnya pembelajaran gerak adalah sebuah proses pengambilan keputusan, yang secara hirarkis akan selalu melalui tiga tahapan yang tetap, yaitu tahap mengidentifikasi stimulus, tahap memilih respons, dan tahap memprogram respons. 


Jika pada proses pembelajaran siswa diberi kesempatan dan didorong untuk terus-menerus meningkatkan kemampuan pengambilan keputusannya, maka secara pasti kemampuannya tersebut terlatih, karena masing-masing perangkat yang berhubungan dengan ketiga tahapan pengambilan keputusan itupun kemampuannya semakin meningkat pula.


Dari pemahaman terhadap landasan psikologis itulah, maka pembelajaran penjas yang baik tidak cukup hanya dengan memberikan perintah dan tugas-tugas gerak semata (misalnya dengan instruksi yang klasik seperti, “... ketika kamu menerima bola, kamu lari ke arah sana, lalu kamu lempar bola itu ke si A, dan kamu kembali ke sini”), 


Melainkan harus pula dibarengi dengan upaya memberikan kesempatan pada mereka untuk menganalisis situasi dan berikan kebebasan untuk mengambil keputusan sendiri (misalnya: “... baik, ketika posisi lapangan ketat dan kamu dijaga terus oleh lawan, kira-kira kemanakah kamu harus melempar bola? Coba kita praktekkan, apakah keputusanmu sudah tepat atau tidak?”).



c.   Landasan Sosiologis dalam Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani adalah sebuah wahana yang sangat baik untuk proses sosialisasi. Perkembangan sosial jelas penting, dan aktivitas pendidikan jasmani mempunyai potensi untuk menuntaskan tujuan-tujuan tersebut. 


Seperangkat kualitas dari perkembangan sosial yang dapat dikembangkan dan dipengaruhi dalam proses penjas di antaranya adalah kepemimpinan, karakter moral, dan daya juang.


Sosiologi berkepentingan dengan upaya mempelajari manusia dan aktivitasnya dalam kaitannya dengan hubungan atau interaksi antar satu manusia dengan manusia lainnya, termasuk sekelompok orang dengan kelompok lainnya. 


Di sisi lain, sosiologi berhubungan juga dengan ilmu yang menaruh perhatian pada lembaga-lembaga sosial seperti agama, keluarga, pemerintah, pendidikan, dan rekreasi. 

Singkatnya, sosiologi adalah ilmu yang berkepentingan dalam mengembangkan struktur dan aturan sosial yang lebih baik yang dicirikan oleh adanya kebahagiaan, kebaikan, toleransi, dan kesejajaran sosial.



Dikaitkan dengan landasan tersebut, seorang guru penjas sesungguhnya adalah seorang sosiologis yang perlu mengetahui prinsip-prinsip umum sosiologi, agar mampu memanfaatkan proses pembelajarannya untuk menanamkan nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui penjas. 


Sebagaimana dikemukakan Bucher, guru yang mengerti sosiologi dalam konteks kependidikan akan mampu mengembangkan minimal tiga fungsi: 

(1) pengaruh pendidikan pada institusi sosial dan pengaruh kehidupan kelompok pada individu, seperti bagaimana sekolah berpengaruh kepribadian atau perilaku individu; 


(2) hubungan manusia yang beroperasi di sekolah yang melibatkan siswa,orang tua, dan guru dan bagaimana mereka mempengaruhi kepribadian  dan perilaku individu; dan 


   (3) hubungan sekolah kepada institusi lain dan elemen lain masyarakat,misalnya pengaruh dari pendidikan pada kehidupan masyarakat kota.





"Waktu dan kesehatan adalah dua aset berharga yang tidak dikenali dan dihargai sampai keduanya hilang." - Denis Waitley