Ilmu beladiri sebenarnya sudah dikenal sejak manusia ada, hal itu dapat
dilihat dari peninggalan-peninggalan purbakala, diantaranya : senjata-senjata
dari batu, lukisan-lukisan pada dinding goa yang menggambarkan pertempuran
atau perkelahian dengan binatang buas menggunakan senjata seperti tombak,
kapak batu, dan panah.
Pada saat itu, beladiri bersifat untuk mempertahankan
diri dari gangguan binatang buas atau alam sekitarnya.
Setelah manusia
berkembang, gangguanpun timbul tidak hanya dari binatang buas dan alam
sekitarnya tapi juga dari manusia itu sendiri.
Setelah Sidartha Gautama, pendiri Budha wafat, para pengikutnya
mendapat amanat untuk mengembangkan ajaran Budha ke seluruh dunia. Karena sulitnya medan yang dilalui, para pendeta dibekali ilmu beladiri.
Sekitar
abad ke-5, seorang pendeta Budha dari India yang bernama Bodhidharma
(Daruma Daishi), mengembara ke China untuk menyebarkan dan membetulkan
ajaran Budha yang sudah menyimpang saat itu.
Setelah ada selisih paham atau
perbedaan pandangan dalam ajaran Budha dengan Kaisar Wu, Kaisar Kerajaan
Liang waktu itu, Daruma Daishi kemudian mengasingkan diri di Biara Shaolin
Tsu, di Pegunungan Sung, bagian selatan Loyang, Ibukota Kerajaan Wei.
Daruma Daishi melanjutkan pengajaran Agama Budhanya di biara itu, yang
kemudian merupakan cikal bakal ajaran Zen.
Di samping mengajarkan agama,
beliau juga memberikan Buku Petunju perkembangan beladiri di China, tersebar merata di seluruh China bagian utara,
kemudian berkembang menjadi Taichi-Chuan, Hsingi-Chuan, dan Pakua-Chuan.
Banyak tokoh seni beladiri muncul di seluruh wilayah China dan
menciptakan gaya serta alirannya masing-masing, gaya dan aliran tersebut
dikembangkan menurut sifat dan kondisi lingkungan masing-masing.
Bermacam
gaya dan aliran yang ada pada umumnya dapat dibagi menjadi dua aliran pada
umumnya, yaitu Aliran Utara dan Selatan. Aliran Utara berkembang di wilayah
China Utara bagian hulu Sungai Yang Tse, dengan sifat dan kondisi daerah
pegunungan.
Wilayah ini banyak orang yang terlibat perburuan binatang dan
penebangan kayu sebagai sumber nafkah, oleh karena itu aliran ini lebih
menekankan pada gerakan yang lincah dan penggunaan teknik tendangan.
Aliran Selatan berasal dari daerah China Selatan bagian hilir Sungai Yang Tse,
beriklim sedang, banyak aliran sungai, dan masyarakat banyak yang mempunyai
kegiatan perekonomian bercocok tanam, atau sebagai petani.
Rakyat setempat
cenderung bertubuh gempal, kuat dan lebih berkembang pada badan bagian
atas karena bekerja di sawah dan mendayung perahu, hal ini dikarenakan
banyaknya aliran sungai sebagai jalur transportasi utama.
Aliran ini lebih
menekankan pada gaya melentur dan penggunaan teknik tangan serta kepala.
Selama peralihan dari Dinasti Ming ke Dinasti Ching, sejumlah ahli
beladiri China melarikan diri ke negara lain agar terbebas dari penindasan dan
pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh orang-orang Manchu sebagai
penguasa China saat itu. Akibatnya.
Ilmu beladiri tersebar ke berbagai negara
lain seperti Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan juga Kepulauan Okinawa.
Sampai abad ke-15 Kepulauan Okinawa masih terbagi menjadi 3 kerajaan dan
4
pada tahun 1470 Youshi Sho dari golongan Sashikianji berhasil mempersatukan
semua pulau di Kepulauan Okinawa dibawah kekuasaannya.
Shin Sho sebagai
penguasa ke-2 dari golongan Sho, menyita dan melarang penggunaan senjata
tajam.
Kemudian Keluarga Shimazu dari Pulau Kyushu berhasil menguasai
Kepulauan Okinawa, tetapi larangan terhadap kepemilikan senjata tajam masih
diberlakukan. Akibatnya, rakyat hanya dapat mengandalkan pada kekuatan dan
keterampilan fisik mereka untuk membela diri.
Pada saat yang sama, ilmu beladiri China mulai diperkenalkan di
Kepulauan Okinawa melalui para pengungsi China yang berdatangan. Pengaruh
ilmu beladiri China sangat cepat berkembang di seluruh Kepulauan Okinawa.
Melalui ketekunan dan kekerasan dalam berlatih, rakyat Okinawa berhasil
mengembangkan sejenis gaya dan teknik perkelahian baru, yang akhirnya dapat
melampaui sumber asli dari teknik-teknik setempat atau aliran yang berasal dari
Okinawa itu sendiri, yaitu seni beladiri Okinawa-te (Tode atau Tote).
Tode/Tote
atau te yang artinya tangan, merupakan suatu seni beladiri tangan kosong atau
tanpa menggunakan senjata yang telah mengalami perkembangan selama
berabad-abad di Okinawa.
Peraturan pelarangan penggunaan senjata tajam
masih tetap diberlakukan oleh Keluarga Satsuma dari Kagoshima setelah
mereka memegang kendali pemerintahan atas Okinawa pada tahun 1609,
bahkan keluarga itu juga melarang keras latihan-latihan Tote, sehingga
menyebabkan latihan-latihan Tote, yang menjadi alat terakhir untuk membela
diri, dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan penuh rahasia.
Orang Okinawa
kemudian mengembangkan seni perkasa ini menjadi beladiri yang betul-betul
mematikan dan dapat digunakan untuk membebaskan mereka dari penindasan
5
saat itu.
Karena dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan penuh rahasia hingga
ada keluarga yang tidak tahu jika di antara anggota keluarganya melakukan
latihan beladiri ini.
Keadaan seperti itu berlangsung hingga tahun 1905 ketika
Sekolah biasa di Shuri dan Sekolah Menengah Pertama dari Propinsi,
menetapkan Karate sebagai mata pelajaran resmi untuk Pendidikan Jasmani.
Kekuatan yang membinasakan dari karate mulai dikenal di kalangan tertentu
dengan istilah Reimyo Tote (Karate Ajaib) dan Shimpi Tote (Karate penuh
rahasia). Karena sifatnya yang penuh rahasia sehingga upaya untuk
mempopulerkan pada masyarakat umum mengalami kesusahan.
Tahun 1921, Gichin Funakoshi (1886-1957), orang dari Suri, berhasil
memperkenalkan beladiri Tote di Jepang. Peristiwa itu menandai dimulainya
pengalaman baru beladiri Tote secara benar dan sistematis.
Tahun 1929, Gichin
Funakoshi mengambil langkah-langkah revolusioner dalam perjuangannya yang
ulet dan pantang menyerah untuk mengubah Tote menjadi Karate-do, sesuai
karakter dan aksen masyarakat Jepang.
Dengan demikian Tote atau Karate
telah mengalami perubahan dari segi penampilan maupun isinya. Teknik asli
Okinawa menjadi suatu seni perkasa Jepang baru.
Dari situ kemudian timbul
istilah baru, yaitu “Kime” sebagai pengganti “Ikken Hisatsu” atau Kill with One
Blow (sekali pukul roboh).
Pada era 1920-an dan permulaan tahun 1930-an, seni beladiri ini tambah
disenangi oleh semua lapisan masyarakat di Jepang, antara lain ; pakar hukum,
seniman, pengusaha dan tak terkecuali para pelajar atau mahasiswa. Mereka
sangat tertarik dan bersemangat dalam mempelajari seni perkasa ini.
Populernya karate di kalangan pelajar/mahasiswa sangat menguntungkan bagi perkembangan karate dan membantu merubah pandangan masyarakat dari
karate ajaib dan penuh rahasia menjadi karate modern.
Atas usahanya itu,
Gichin Funakoshi kemudian diberi gelar “Bapak Karate Modern”.
Masatoshi Nakayama, salah seorang murid Gichin Funakoshi, turut
mempopulerkan beladiri ini.
Dalam mengajarkan karate, beliau menggunakan
metode yang sistematis sehingga dapat lebih diterima oleh nalar.
Karate juga
dapat dipertandingkan seperti olahraga lain dengan tetap tidak mengabaikan
unsur beladirinya, asal dilakukan dengan benar. Dalam bukunya “The Best
Karate”, beliau berpesan :
“Bila suatu pertandingan karate diselenggarakan,
hendaknya dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan semangat yang benar, nafsu
untuk memenangkan pertandingan semata-mata hanya akan menghasilkan
ketidaksungguhan dalam mempelajari karate, sehingga menjadi buas dan lupa
sikap hormat pada lawan”.
Padahal sikap hormat itulah yang merupakan hal
terpenting dalam setiap pertandingan karate-do.
Menentukan siapa yang
menang/kalah bukan merupakan tujuan akhir karate-do melainkan pembinaan
mental melalui latihan-latihan tertentu sehingga seorang karate-ka mampu
mengatasi segala rintangan hidup.
Secara harfiah Karate-do dapat diartikan sebagai berikut ; Kara = kosong,
cakrawala, Te = tangan atau seluruh bagian tubuh yang mempunyai
kemampuan, Do = jalan.
Dengan demikian Karate-do dapat diartikan sebagai
suatu taktik yang memungkinkan seseorang membela diri dengan tangan
kosong tanpa senjata.
Setiap anggota badan dilatih secara sistematis sehingga
suatu saat dapat menjadi senjata yang ampuh dan sanggup menaklukan lawan
dengan satu gerakan yang menentukan.
Beladiri karate merupakan keturunan
7
dari ajaran yang bersumber agama Budha yang luhur. Oleh karena itu, orang
yang belajar karate seharusnya rendah hati dan bersikap lembut, punya
keyakinan, kekuatan dan percaya diri.
Sekarang ini karate hampir mencapai titik
puncak penyempurnaan dan penyebaran di seluruh belahan dunia.
Bahkan di
luar Jepang, di negara Eropa, Amerika dan Asia sudah menyamai Jepang dalam
tingkat kemampuan bertandingnya, tak terkecuali Indonesia.
Baca Juga :